Pekanbaru,
7 Juli 2012
Teruntuk Kakak Berwajah
Teduh
Di bumi
Lancang kuning
Kakak....
Kutulis
surat ini dengan segenap rasa syukur,sebentuk rasa kagum, dan seribu rasa
rindu. Berharap kau masih tetap meneduhkan sama seperti dulu beberapa tahun
yang tertinggal saat pertama kali kau
menyapaku.
“Dik, tidak ikut agenda keputrian?”
Sapamu seiring senyum ramah yang tumbuh di wajah teduhmu. Namun pesona teduhmu hanya kujawab dengan senyum hambar. Karena memang di awal
perkulihan kondisi hatiku selalu saja buruk. Setelah menumukan luka di
persimpangan hidupku membuatku lebih memilih sunyi. Tapi takdir selalu saja
mempertemukan kita untuk angka ke dua, ketiga, bahkan seterusnya. Dan kau
selalu menawarkan hal yang senada mengajakku ikut dalam agenda keputrian. Yang
waktu itu sama sekali tak kupahami.
“Dik, ikut keputrian yuk!” Tawarmu
kali ini sedikit memaksa dengan menggandeng tanganku. Sebenarnya bukan bentuk
pemaksaan, tapi lebih tepatnya keakraban yang ingin coba kau jalin. Entah mengapa
hari itu aku seperti anak kecil yang begitu penurut mengikuti langkahmu menuju
agenda keputriaan yang banyak kutemukan wajah-wajah perempuan teduh sepertimu.
Mereka begitu ramah menyambut kehadiranku, keramahan yang belum pernah
kutemukan dimanapun.
Kakak.....
disana lah bermula cerita baru dalam hidupku.
Saat pembagian kelompok di penghujung acara yang dinamakan mentoring. Dan
lagi-lagi takdir mempertemukan aku denganmu. Kau lah pembinaku yang kemudian
mengenalkan aku pada tarbiyah. Membentuk
lingkaran halaqah setiap pekannya. Membaca al-qur’an, menyetor hapalan,
bertanya kabar, bercerita siroh, bahkan bercerita hal yang pribadi sekalipun. Dan
aku mulai mengeja warna yang tak lagi membuatku sunyi.
Kakak....
sungguh
pertemuan duduk melingkar dalam sekali
seminggu itu selalu saja membuat hatiku hangat. Bersama rasa kagum yang
membuncah saat kau begitu bersemangat bercerita tentang islam. Hingga terbesit
di benakku aku ingin menjadi perempuan sepertimu. Dan aku hanya membutuhkan
waktu beberapa bulan saja kuputuskan untuk berhijab rapi. Seperti yang tak
pernah jenuh kau sampaikan di setiap pertemuan kita “ Hanya dengan berhijab
perempuan akan mulia di mata Allah”
Kakak...
puluhan hari yang kulewati bersamamu. Kau tak
hanya membawaku dalam lingkaran halaqah. Tapi kau juga mulai melibatkan aku dalam
agenda-agenda dakwah. Memberikan aku amanah sebagai pengurus Rohis, menawarkan aku mengikuti Tsaqif, Mabit,
Jaulah, dan agenda dakwah lainnya. Yang kemudian memberikan aku ruang baru tentang
pemahaman hidup. Aku tak semestinya sibuk mengurus luka yang larut dalam air
mata. Bukankah hidup adalah untuk berpindah dari satu ujian ke ujian yang lain.
Dari satu hikmah ke hikmah yang lain. Ah aku saja yang saat itu terlalu cengeng
memaknai hidup.
Dan
hidup bukan untuk aku menjadi baik seorang diri saja. Sholehah sendiri. dan
masuk syurga sendiri. Bukankah syurga itu teramat luas jika harus kuhuni sendiri.
Kakak...
lihatlah
kini aku bukan lagi perempuan yang selalu mengurai air mata dengan kisah-kisah
senada. Aku ingin menjadi perempuan luar
biasa seperti yang pernah kau ceritakan. Aku ingin mencontoh kesabaran mereka.
Aku ingin mencontoh keteguhan mereka. Aku ingin mencontoh kesolehan mereka yang
dirindui syurga.
Kakak......
Pertemuan
denganmu adalah pertemuan terindah dis sepanjang hidupku. Andai saja pertemuan
kita tak pernah terjadi tentu episode hidupku tak akan seperti ini.
Kakak...
Terima kasih tak pernah bosan mendengarkan keluh kesahku
yang tak berujung. Terima kasih sudah bersedia menampung air mata yang tak
bermuara. Terima kasih atas kebijaksanaanmu menjawab masalah-masalahku. Dan
terima kasih telah mengenalkan aku pada kaffah nya islam.
Kakak....
Mesti
aku tak lagi menemukan wajah teduhmu saat menyusuri lorong kampus. Maupun di
kota ini. Namun kau akan selalu kukenang dalam kenangan terindah dalam hidupku.
Karena dirimu teramat berati untukku.
Kakak....
Entah
kata-kata apa lagi yang mesti kutulis tentangmu. Hanya Inilah sebentuk rasa
cinta dan sayangku padamu yang menjelma dalam rangkaian surat sederhana ini.
Berharap sebaris senyum tersungging di wajahmu . Dan surat sedarhana ku ini
tentu tidak akan sebanding dengan sepotong kebahagiaan yang telah kau bagikan
untukku. Maaf Kak jika aku pernah menoreh luka dalam ukuwah yang pernah kita
rangkai di ratusan hari.
Di
akhir surat ini kukirimkan Rabithoh untukmu semoga Allah selalu menjagamu .
Memberikan keistiqomahan menyusuri jalan dakwah yang penuh onak duri. Dan
menautkan hati kita meski terbatas jarak hingga ukuwah akan menyatu di
JannahNya.
Aku
menyayangimu kerena Allah
Wassalam
Ematul Hasanah
Tulisan Antologi Catatan Cinta Untuk Murabbi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar