Selasa, 24 April 2012

Sunset Bersama Rosie


Penulis             : Tere Liye
Penerbit           : Mahaka Publishing
Cetakan           : Ketiga, Februari, 2012
Tebal               : 426 Halaman

            Cinta adalah tema yang tak akan pernah bosan untuk dikisahkan dalam sebuah novel. Demikian juga dengan Novel “Sunset Bersama Rosie” yang ditulis oleh Tere Liye penulis Novel  Hapalan Sholat Delisa.
Novel yang bersetting di Jakarta, Bali, dan Lombok ini mengisahkan tentang Tegar. Lelaki berumur 35 tahun yang sedang mencoba berdamai dengan masa lalu. Yang menjadikan ia melewati hari-hari getir penuh sesak. Atas harapan-harapan yang telah ia pupuk  kepada perempuan bernama Rosie, sahabat yang tumbuh bersama dengannya sejak masa anak-anak di daerah Gili Trawangan, Lombok. Namun harapan itu hancur ketika Nathan, lelaki yang  baru saja dua bulan ia kenalkan kepada Rosie mengutarakan harapan yang seharusnya ia katakan. Dan Tegar memilih menghilang dari kehidupan Rosie membunuh perasaan yang terlanjur datang 20 tahun lamanya melingkung dihatinya. Tanpa  satu katapun ia tinggalkan yang tidak akan merubah apapun karena Rosie juga menginginkan Nathan dari caranya mengabaikan sunset yang amat ia sukai. Sudah cukup menjelaskan semuanya. Begitu pikir Tegar saat itu.
Hingga ditahun keenam kepergian Tegar. Rosie datang menemukannya dengan membawa Anggerek dan Sakura, buah cinta Rosie dan Nathan. Yang membuat luka masa lalu tegar terobati. Dan hubungan persahabatan kembali terajut dengan kehadiran empat kuntum Rosie. Anggrek, Sakura, Jasmine, dan Lili yang sangat dekat dengan Tegar. Namun peristiwa Bom di Jimbaran, Bali saat Rosie dan keluarganya merayakan ulang tahun pernikahan ke 13 merubah hidup Tegar. Karena ia harus menggantikan posisi Nathan yang tewas dalam peristiwa itu sekaligus posisi Rosie yang mengalami Depresi. Tegar meninggalkan semuanya karir yang cemerlang di Jakarta, termasuk Sekar, perempuan yang akan melangsungkan pertunangan dengannya sehari sebelum peristiwa Bom itu.

Minggu, 08 April 2012

Kampung Yang Hilang


Senja berarak di bibir langit membawa petang tenggelam di ufuk barat. Aku masih disini, duduk bersila diatas pondok tanpa dinding,membiarkan semilir menari diujung jilbabku. Dan aku  melempar pandangan padangan pada hamparan padi yang menguning yang mulai tersapu jingga. Sekali-kali sepasang mataku menangakap sosok-sosok wanita paroh baya yang usianya tak jauh terpaut dari usia Amak. Langkah-langkahnya tersusun rapi menelusuri tebing-tebing sawah dengan cangkul yang tegenggam dalam jemarinya.
Di sini aku masih mencium aroma wangi  kampungku sama seperti dulu, ketika rambutku masih dikucir dua. Tapi kenapa aroma ini tak kutemukan lagi di setiap sudut gang gang di kampungku. Yang kutemui hanya aroma yang kian membusuk setiap harinya.

Rabu, 04 April 2012

Sahabat Dalam Hujan


Aku suka hujan karena ia membawa lukaku pergi. Sama seperti perempuan yang berdiri di sampingku. Perempuan berdarah Aceh berwajah cantik  dengan jilbab lebar yang membungkus kepalanya. Aku mengenalinya  sejak kami sama-sama menjadi pemenang dalam lomba cerpen tingkat Provinsi.
            “Kau suka hujan?” Tanyanya saat kami berteduh dalam halte di depan gerbang Universitas.
            “Ya.” Jawabku membiarkan rintik hujan jatuh diatas telapak tangan yang kudengadahkan.
            “Aku juga.” Ujarnya.
            “Tak perlu kau katakan aku sudah tahu dari setiap tulisan-tulisan yang selalu berkisah tentang hujan.” Aku membatin.
            “Tapi aku tidak suka gerimis.” Lanjutku di sela-sela hujan yang kian deras
            “Kenapa?” Ia menatapku heran dengan senyum yang patah.
            Hening.
            “Gerimis adalah luka.” Jawabku membiarkan hujan mengiring hatiku yang basah.
***
            Senja tak lagi jingga, hanya barisan-barisan mendung mengikuti jejak yang mulai ia tapakai di kaki langit. Aku duduk di taman ini menatap jalan yang masih terasa sesak. Perlahan resah mulai merayap ke hatiku setiap kali mataku bertemu dengan angka-angka yang melingkar di pergelangan tanganku. Karena lelaki yang sangat ingin kutemui wajahnya tak kunjung datang.
            Lelaki itu bukan kekasihku. Tapi lebih dari seorang kekasih untukku. Yang darahnya menyatu dalam tubuhku. Hingga gunungan rindu hampir meledak di hatiku. Karena ribuan hari sudah tak pernah kutemui wajahnya dalam atap yang sama. Setelah Mama memilih luka sebagai akhir dari episode cinta yang ia bangan lima tahun lamanya.