Jumat, 09 September 2011

Sebutir Rindu Untuk Kakak





Aku menatap setiap sudut ruang kostku, namun tak kujumpai lagi sosok lembut bermata teduh itu.Kak Ayu begitu aku memanggilnya. Hampir tiga tahun lebih aku mengenalnya, bagiku dia bukan hanya sekedar kakak, tapi seorang peri yang di utus tuhan untuk menemani hari-hariku yang perih. Walaupun usianya hanya terpaut dua tahun lebih tua dariku. Darinya aku mengenal kasih sayang dan darinya juga aku tidak merasa sendiri di dunia ini.
Sejak pertama kali aku membuka mata menatap dunia aku tidak pernah mengenal sosok wanita bernama Ibu karena Ibu meninggal saat melahirkanku. Sedangkan Ayah? Ah lelaki itu yang terus menorah pilu di ulu hatiku. Ayah yang seharusnya menjadi pahlawan untukku seperti yang selalu di ceritakan oleh teman-teman seusiaku. Tempat aku mengadu resah, tempat aku bermanja, dan tempat aku berbagi cerita. Tapi itu tak pernah kudapatkan dari sosok Ayah malah sebaliknya, aku hanya mendapatkan cacian dan makian dari Ayah. Ayah membenciku karena Ayah menyangka akulah penyebab kematian Ibu, wanita yang sangat ia cintai. Ketika aku berumur 11 tahun Ayah menikah lagi dan tidak pernah memperdulikanku lagi. Duniaku benar-benar sepi dan luka. Hanya dengan uang pensiun Ibulah aku mampu bertahan hidup. Sampai aku memasuki kelas dua SMP, aku di pertemukan dengan Kak Ayu, satu-satunya orang yang sangat peduli denganku, dia lah satu-satunya orang yang mengagap kehadiranku di dunia ini, yang melukiskan warna di lembaran hidupku yang kosong.
“Adik,wanita itu harus kuat.” Tegurnya saat mendapatiku sedang menangis sendirian di taman sekolah.
Kuhapus bulir-bulir bening yang mengalir ke pipiku sambil menoleh ke arahnya.
Seulas senyum mengembang di wajahnya.
“Siapa namanya dik?” Tanyanya.
“Yuyun.”Jawabku sambil menjabat uluran tangannya.
Itulah awal dari pertemuan kami. Pertemuan kami terus berlanjut karena ternyata dia adalah seniorku yang baru pindah sekolah. Seiring berjalan waktu persahabatan mulai tumbuh di antara kami hingga kami di pertemukan kembali di sebuah SMA yang sama. Aku mulai terbuka denganya. Kuceritakan tentang kisahku kepadanya.
“Adik, jangan pernah merasa sendiri, masih ada Allah yang menyayangi adik, dan masih ada kakak yang sangat menyayangi adik.” Nasehatnya sambil merangkulku erat seolah ikut meraskan lukaku yang menganga.
Kemudian ia mengajakku tinggal bersamanya di sebuah kost yang sederhana.Semenjak itu lah kami merangkai cerita bersama seindah pelangi. Aku mulai tahu bagaimana caranya untuk tersenyum. Sebaris warna yang ia tawarkan sungguh membuat aku mengenali arti bahagia.walaupun persahabatan kami hanya terjalin selama tiga tahun lebih.
“Kak, bisakah kakak tetap di sini?” Tanyaku dengan air mata yang menggenang.
“Adik, walaupun kakak jauh, tapi adik akan tetap selalu di sini,” Jawabnya sambil meletakkan jemarinya di atas dadanya.
Kak Ayu lulus di salah satu Universitas ternama di luar propinsiku. Dan aku harus melepaskan kepergian Kak Ayu demi sebuah cita-cita.
Kutatap kembali di setiap sudut ruang kostku. Ruang aku dan Kak Ayu pernah mengukir kenangan bersama. Rindu mulai mengoyak hatiku yang berakhir sungai kecil di pelupuk mataku. Tiba-tiba hpku bergetar.
Dik, wanita itu harus kuat
Sebuah pesan singkat dari Kak Ayu sama persis seperti kata-kata yang ia ucapakan saat pertama kali kami bertemu.
Kutitipkan sebutir rindu untukmu kak
Balasku dengan senyum yang kusunggingkan.

Tidak ada komentar: