Minggu, 25 September 2011

Jawaban September




Ini tentang kisahku yang telah kututup rapat di lembaran kenangan dan hari ini akan kubuka kembali untuk kutulis pada selembar diary hati agar aku selalu ingat bahwa aku pernah melewati episode terberat dalam hidupku.
Empat tahun yang lalu aku mengenalnya, lelaki yang pernah kuletakkan di tempat istimewa di hatiku. Ketika itu aku masih menggunakan seragam putih abu-abu. Aku mengenalnya dari salah seorang sahabatku yang dulunya pernah satu SMP dengannya.Perkenalan kami tidak terjadi secara langsung hanya melalui media komunikasi bernama Hp dulu aku belum mengenal Friendster, facebook, Blog, maupun media komunikasi maya lainnya. Awalnya hanya sekadar iseng aku mengirimkan sebuah pesan singkat ke no hp nya. Menanyakan identitas dan bertukar cerita tentang sekolah karena kami beda sekolah. Dia bersekolah di SMAN satu sedangkan aku bersekolah di salah satu SMA Swasta. Kemudian komunikasi kami terus berlanjut. Di mataku dia adalah sosok lelaki yang lembut dan bijaksana. Karena itulah persahabatan bisa terjalin di antara kami. Hanya sebatas sahabat yang awalnya hanya cerita tentang sekolah, agama, kemudian berlanjut ke curhat curhatan. Hubungan kami semakin dekat,aku tahu ini salah. Mungkin saat itu aku belum terlalu paham tentang hijab walaupun aku telah menggunakan jilbab besar. Hingga tanpa aku sadari ada rasa yang mulai tumbuh walaupun saat itu kami belum pernah berjumpa. Sebagai seorang akhwat aku mulai merasa bersalah dengan rasa yang kutanam yang belum pada saatnya. Dan rasa bersalah itu kian menghantuiku setelah aku tahu dia juga memiliki rasa yang sama denganku. Namun dia tidak pernah menggoda ataupun merayuku untuk berpacaran dengannya karena walaupun ia bukan seorang ikhwan hanya seorang lelaki hanif yang sangat paham dengan prinsipku bahwa tidak ada pacaran sebelum pernikahan. Bahkan dia merasa sangat bersalah denganku. Di antara aku dan dia tidak pernah ada janji akan bertemu kembali di masa depan karena kami sama-sama tahu bahwa lelaki yang baik pasti untuk wanita yang baik pula. Kami sama-sama untuk memutuskan komunikasi. Perih itulah yang kurasakan saat itu dan akan semakin perih lagi jika aku terus melanjutkan komunikasi dengannya. Yang bisa kulakukan hanya memohon ampun kepada Allah dan meminta agar rasa itu segera redup di hatiku. Kubiarkan waktu yang menjawab kisah ini. Dan September telah menjawab kisah kami dengan sebuah luka yang hari ini darahnya telah mengering.
Hari itu ketika aku berkunjung di sekolahnya untuk mengambil STTB Allah mempertemukan kami. Sebelumnya kami juga sudah pernah bertemu beberapa kali, tapi tidak untuk berdua saja. Ada orang ketiga ataupun ke empat dan hanya beberapa menit saja untuk saling mengenal wajah. Hari itu entah kenapa dia terlalu ramah denganku seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa diantara kami. Sedangkan aku begitu dingin dengannya. Acuh tak acuh sampai berpamitan pulangpun aku tidak memperdulikannya. Aku hanya ingin menyembunyikan kegugupanku ketika bertemu denganya. Setelah beberapa jam dari pertemuan kami itu aku mendapatkan sebuah pesan dari salah seorang sahabat dekatnya.
“Ema, Rio kecelakaan, kondisinya parah sekarang sudah berada Di UGD rumah sakit Pekanbaru.” Seketika air mataku mengalir begitu saja saat membaca sms itu. Berjuta gelisah berkecamuk di pikranku.
Keesokan harinya aku datang mengunjunginya. Aku kuatkan kakiku agar tidak jatuh saat kulihat kondisinya yang begitu menyedihkan. Kusimpan air mataku erat saat kutahu ia mengalami koma, tak terbayang olehku sakit yang ia tahan. Setiap malam kurimkan doa untuknya agar Allah sentiasa menjagamu. Dan memberi kesembuhan kepadanya. Tapi ketika tanggal lima September 2008 tepatnya masih di awal-awal Ramadhon , Allah berkehendak lain. Allah memanggilnya untuk selama-lamanya. Dan aku tersayat oleh luka yang kuraskan begitu perih. Berbulan-bulan aku tertatih untuk melupakan kisah yang pernah terukir dengannya. Dan menemukan kembali kepingan hatiku yang tercecer. Sampai suatu hari aku bertemu dengan peri itu, seorang senior yang mengajarkan aku tentang ikhlas mencintai karena Allah.
“Dik, dia yang Allah ambil adalah bukti cinta Allah kepada adik, cintai dia karena Allah dik dengan tidak harus memilikinya. Dia sudah bahagia di sana dik, ikhlaskanlah!!!”
Kata-kata seniorku itu seperti menyentak-nyentak hatiku. Apa yang dikatakannya benar. Jika saja hari ini masih hidup tidak tahu apa yang akan terjadi apa mungkin aku masih sanggup untuk mengurung rasa yang pernah kutanam. Luka September adalah jawaban kisah kami yang membuat aku semakin kuat. Lihatlah hari ini aku telah kembali dengan senyum yang merekah, semangat yang menyala, dan mimpi yang mulai bersinar. Terima kasih telah pernah hadir dalam episode hidupku. Semoga sakit yang kau rasakan selama hampir dua bulan menjadi penggugurmu dosa-dosamu. Dan ramdhon yang memilihmu menjadikanmu orang-orang yang terpilih di sisiNya. Sungguh aku hanya ingin mencintaimu karena Allah.

Tidak ada komentar: