Selasa, 17 Juli 2012

Tips Menulis Tere Liye


Darwis Tere Liye, siapa yang nggak kenal novelis satu ini? Kiprahnya  di dunia menulis patut diacungi jempol. Betapa tidak, ia telah menggarap  banyak judul novel, di antaranya: Semoga Bunda Disayang Allah (2007),  Hafalan Sholat Delisa (2007), Bidadari-bidadari Surga (2008), Rembulan  Tenggelam di Wajahmu (2009) dan Pukat (2010).
Novel “Hafalan Sholat Delisa” mengangkat kisah keluarga Delisa yang  selamat dari bencana tsunami Aceh. Karyanya itu kini telah difilmkan dan  diputar serentak di bioskop-bioskop Indonesia pada 22 Desember 2011  lalu.
Dalam rangka peluncuran dan diskusi novel “Marwah di Ujung Bara”  karya Rh. Fitriadi di gedung AAC Dayan Dawood, Unsyiah, Minggu  (8/1/2012) pagi, Tere Liye berkesempatan hadir menjadi salah seorang  pemateri dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Forum Lingkar Pena  (FLP) Aceh itu.
Pria berdarah Palembang tersebut juga menjadi pemateri tunggal dalam  workshop menulis yang digelar setelah acara launching dan diskusi novel  “Marwah di ujung Bara”. Dalam workshop tersebut, ia menjelaskan beberapa  poin penting dalam menulis sebuah novel, sebagaimana yang dirangkum  dalam ringkasan di bawah ini:
Ide cerita
Ide cerita merupakan salah satu poin penting dalam penulisan novel,  namun ide yang baik selalu lahir dari sudut pandang yang spesial. “Ide  itu tidak ada yang jelek. Pada dasarnya ide itu sama, hanya saja yang  membuat ia menjadi spesial ketika penulis melihat dari sudut pandang  yang spesial,” ujarnya.
Amunisi
Seorang penulis, khususnya penulis novel haruslah memiliki amunisi  yang cukup untuk menyelesaikan “proyek” novel yang telah digarap.  Amunisi yang dimaksud Tere adalah kapasitas pengetahuan sang penulis.  Lantas bagaimana cara meningkatkan kapasitas pengetahuan? “Ya membaca  dong, tidak hanya di buku-buku, sekarang kan sudah ada internet, berita  televisi, radio, dan sebagainya. Maksimalkan dari situ,” tuturnya.

Tidak ada tulisan yang baik, tidak ada tulisan yang buruk
“Sebutkan satu judul karya yang buruk dan sebutkan satu judul karya  yang baik beserta alasannya!” instruksi Tere kepada peserta. Tere  menjelaskan tentang status tulisan, pada dasarnya tidak ada yang sangat  baik dan tidak ada tulisan yang sangat buruk. Bagus tidaknya tulisan  menurutnya adalah relatif, tidak ada karya yang terlepas dari kritik  pedas.
Oleh sebab itu, jangan pernah malu dan takut untuk memublikasikan  karyamu, karena penulis yang baik adalah penulis yang mau menerima  kritikan dan memperbaiki setiap kesalahan.
Mulailah dari tulisan kecil
Tere menyarankan kepada setiap penulis pemula untuk “awaliah”  (pembuka tulisan, -red) sebuah tulisan, “Mulailah dari tulisan kecil,  pendek tapi bertenaga, sederhana tapi bermanfaat,” ungkapnya.
Banyak penulis yang mengeluh dalam memulai menulis. Tere berpendapat,  tidak penting dimulai dari mana, cukup ditulis saja. ”Jika susah  menulis paragraf pertama, mulai saja dengan paragraf kedua. Paragraf  pertama dikosongkan saja,” candanya.
Mood jelek adalah anugerah
Adalah hal yang lumrah, ketika seorang penulis dihinggapi oleh mood  (perasaan, -red) jelek atau tidak mood. Namun mood yang terus-terusan  jelek adalah sebuah masalah. “Mood jelek adalah anugerah, namun ketika  mood terus-terusan jelek adalah masalah,” ungkapnya. Cara untuk  menghadapi mood yang jelek adalah terus berlatih.”Tidak ada solusi  selain berlatih, berlatih, dan berlatih,” tutur Tere.
Berlatih yang dimaksud adalah dengan tidak berhenti untuk menulis.  Tere menyarankan kepada setiap penulis untuk menulis 1.000 kata per  hari. Hal tersebut dimaksudkan untuk membuat seorang penulis terbiasa  dan “efek samping” dari kegiatan itu adalah menurunnya kadar mood jelek  yang biasa terjadi.
Pantang menyerah
Setelah penulis selesai mengerjakan sebuah novel, kini saatnya ia  mengirimkan karya tersebut kepada penerbit. “Setelah diselesaikan,  langsung dikirim ke penerbit.” Ia menyarankan untuk mengirimkan karya ke  penerbit ternama di tanah air, seperti Gramedia Pustaka Utama, Mizan,  Republika, dan sebagainya. Setelah karya dikirim, secepatnya dua minggu,  penerbit yang dituju menjawab. Jangan menyerah ketika penerbit tidak  bersedia menerbitkan karyamu. “Hafalan Sholat Delisa sendiri sempat  ditolak oleh dua penerbit besar Indonesia, namun teruslah mencoba.  Sampai ketika novel tersebut diterbitkan oleh Republika, penerbit yang  tadi menolak karya saya meminta untuk mengirimkan karya saya,” ujarnya  lagi. bahwa Kesimpulannya, apapun motivasi menulismu, yang terbaik adalah  penulis yang menganggap menulis itu teman sejatinya yang selalu menemani  saat kesepian, kerinduan, dan segala asa dan rasa.


1 komentar:

Risah Icha Az-zahra mengatakan...

kak ema emang penggemar Tere Liye sejati..

eh dulu Risa Kira Tere liye tuh cewek loh.. hohoh