Oleh:
Ematul Hasanah
“Abah, lebaran besok Lisa ingin
dibelikan baju baru!” Permintaan Lisa masih berdengung di daun telingaku
“Iya sayang, besok akan Abah
belikan.” Ujarku menatap penuh cinta
malaikat kecilku yang baru saja genap berumur 7 tahun. Meski aku sendiri tidak
yakin apakah aku mampu untuk membelikannya baju baru di lebaran kali ini. Dengan penghasilanku
sebagai penjual jagung bakar selama ini hanya cukup untuk menutupi perut kami
agar tak kosong.
Aku hanya seorang penjual jagung
bakar. Yang saban hari duduk berjam-jam lamanya di tepi sungai siak. Menanti pembeli yang hanya satu, dua,
bahkan kadang tak ada satupun. Apalagi di bulan ramadhan aku hanya berjualan
saat mentari mulai tenggelam hingga isya menjelang. Hingga sering kali aku pulang dengan tangan
kosong. Hanya mampu memberikan janji-janji indah kepada Lisa. Satu-satu harta
yang paling berharga yang kumiliki. Buah cinta aku dengan Ros, perempuan yang
dulunya bahkan sampai hari ini masih kucintai. Meski ia lebih memilih untuk
pergi. Karena tak sanggup hidup berlama-lama denganku dalam kondisi yang serba
kekurangan. Meninggalkan Lisa sebagai satu-satunya
alasanku untuk tetap bertahan hidup. Dalam bentuk apapun.
“Pak, jagungnya ” Suara wanita
bertubuh gempal itu menghentikan lamunanku.
“Berapa dik?” Tanyaku mulai meraih
beberapa jagung.
“Dua aja Pak.”
“Terima kasih Pak.” Perempuan itu
beranjak meninggalkan selembar rupiah yang hanya cukup untuk membeli sebungkus
nasi. Sementara senja sempurna tenggelam.
***
“Abah bohong.” Isak Lisa saat aku
pulang tanpa membawakan baju baru untuknya.
“Abah tidak bohong sayang.” Aku
mencoba membujuknya.
“Esok Abah janji akan membelikan
baju baru yang paling bagus untuk Lisa.” Aku membelai rambut panjangnya yang
membelakangiku.
“Abah tidak bohong kan?” Tangis Lisa
terhenti kini kedua bola matanya menatapku penuh selidik.
Aku menggelang mencoba tersenyum
sewajar mungkin
“Hore Lisa punya baju lebaran.”
Tangis yang tadi pecah seketika berubah menjadi tawa yang membuat hatiku sedikit membaik.
“Baju lebarannya yang seperti punya
Anis ya bah, yang banyak pita-pitanya cantik sekali bah.”
“Iya sayang.” Gumamku menghapus sisa
air matanya yang melelah. Meski esok aku tak pernah tahu apakah aku mampu
memenuhi pintanya. Hanya berharap semoga esok akan banyak yang membeli jagung
bakar yang kubawa.
***
Aku berjalan gontai. Tak
menghiraukan cacaing-cacing yang menggelitik perutku. Membiarkan keringat
berguguran di wajahku. Namun tak membuat rasa kecewaku ikut berguguran. Karena
hari ini jangankan untuk memenuhi janjiku kepada Lisa, untuk membeli sebungkus
nasipun aku tak memiliki uang. Setelah tak ada satupun yang ingin membeli
jagung bakar. Sementara esok lebaran menjelang.
“Jangan lupa baju lebaran buat Lisa
ya Bah.” Suara Lisa tadi pagi melintas di benakku. Membuat hatiku perih kerena
lagi-lagi aku tak mampu memenuhi keinginannya.
Aku terus membawa langkah membiarkan
senja berlalu. Masih mencari-cari alasan untuk kusampaikan kepadanyanya nanti
biar kecewa tak terlalu dalam. Hingga kutemukan perempuan paroh baya yang
sedang berdiri seorang diri menunggu angkutan umum. Dengan tas yang melingkar
di lengannya.
Tiba-tiba saja niat jahat itu
menyinggahi benakku.
“Larikan saja tasnya.” Entah dari
mana bisikan itu.
Aku masih mematung tak mengalihkan
pandangan sejengkalpun dari wanita paroh baya itu.
“Ayo lah tidak akan ada yang tahu
kalau kau melarikan tas miliknya.” Bisikan itu semakin mendesakku.
Perlahan aku mulai melangkah dengan
tubuh yang bergetar karena untuk pertama kalinya aku melakukan hal seperti ini.
“Ayo lah cepat jangan tunggu terlalu
lama.” Bisikan itu semakin dekat saat hanya tinggal beberapa langkah lagi tas
milik perempuan itu akan berpindah ke tanganku.
“Abah, Lisa ingin dibelikan baju
lebaran.” Suara Lisa dengan segala kepolsannya membuat hatiku terhentak hingga
langkah tak berlanjut.
“Apa yang sedang aku lakukan?”
sesalku tersungkur membiarkan perempuan paroh baya itu berlalu tanpa tahu akan
niat jahat yang baru saja ku urungkan.
***
"Allahu Akbar, Allahu Akbar...Allahu
Akbar... Laa Illah ha illahahu allahu akbar allahu akbar walillahilham”
Suara takbir saling berkejaran dan
mendekat mungkin saja akan ada takbir keliling. Namun aku terus melangkah
menuju pulang. Dengan sisa jagung bakar yang masih menumpuk-numpuk.
Mencoba
melupakan kejadian yang tertinggal.
menguatakan hati untuk mengatakan kepada Lisa aku tak mampu membelikan
baju baru untuknya di lebaran kali ini. Lisa harus terbiasa tanpa baju lebaran
bahkan tanpa makan sekalipun. Kerana ia hanya anak dari penjual jagung bakar.
Meski aku sangat ingin membelikan baju lebaran untuknya seperti yang selalu
dimiliki teman-teman seusianya. Tapi bukan dengan keringat haram yang hampir
saja kubawa pulang.
“Pak, jagungnya masih banyak?” Suara
lelaki yang menggunakan peci dan berbaju koko itu mendekatiku membuat langkahku
terhenti.
“Masih dik.” Jawabku berharap ia
berkenan membeli jagung bakar milikku meski hanya satu. Setidaknya uang itu
bisa kugunakan membeli sepotong roti buat Lisa.
“Saya beli saja semua jagung punya
Bapak.”
“Banyak benar dik.” Aku masih tak
percaya dengan ucapan yang baru saja mengalir dari bibir lelaki itu.
“Iya, Pak nanti bisa dimakan setelah
takbir keliling.” Ia meraih dompetnya dan mengeluarkan beberapa lembar uang
puluhan ribu.
Dan bibirku kelu seiiring tangan
yang bergetar menerima beberapa lembar uang darinya.
Hanya beberapa menit sepeninggalan
lelaki itu aku segera melangkah untuk memenuhi janjiku kepada Lisa.
“Lisa Abah akan belikan baju lebaran
untukmu nak.” Lirihku seiring air mata haru yang membuat dadaku semakin sesak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar