Sabtu, 02 Februari 2013

Saya, Pantai, dan Kota Kita


               Pulang ke Bengkalis sama saja kembali melihat saya kecil. Dengan potongan rambut petak ala Dora lengkap dengan poni. Berlarian girang dengan tas sandang belakang.
            “Mak, ado lopek[1]?” pertanyaan yang sering kali saya tanyakan setiap kali pulang sekolah. Saking seringnya malah nama saya berubah jadi lopek. Namun tidak dengan kepulangan saya kemeran setelah hampir 11 tahun lamanya saya menetap di Bangkinang. Tak ada lagi saya dengarkan panggilan usil dari bibir sahabat-sahabat yang dulu begitu akrab dengan hari-hari kecil saya. Ya, sebab kebanyakan dari mereka juga memilih merantau atau pun menikah dan ikut bersama suami. Tentu saja kecewa karena salah satu alasan terkuat pulang ke Bengkalis adalah ingin sekali menemukan wajah mereka. Yang dulu masih begitu culun. Seharian bermain guli jika liburan sekolah ataupun memilih menghabiskan sore di pantai. Mencari ikan sambil bercanda ada saja cerita yang mengundang tawa singgah di wajah kami. Ah andai saja kemeran kami bisa berkumpul kembali tentu akan menjadi nostalgia yang panajang nan indah.

Tapi tidak mengapa setidaknya kecewa saya sedikit terobati dengan bertemu Kak Murni. Senior yang hampir tiga tahun lamanya hidup satu atap dengan saya. Yang saat ini menetap di Bengkalis. Dan kebetulan sekali ketika saya ke sana suaminya harus ke Rupat. Jadilah Kak Murni yang menemani saya tiga hari lamanya untuk berkeliling Bengkalis. Dengan membawa Mio tapi jalannya seperti bebek karena yang jadi kemudi adalah saya. Sampai-sampai Kak Murni bilang butuh bawa kipas kalau boncengan dengan saya hehehe.
Walaupun seperti bebek tetap saja bisa bertemu pantai. Dan saya ingin sekali berteriak. Tapi karena malu, saya hanya menyimpan suara dalam hati. Dengan sepasang mata yang tak ingin lepas menatap laut luas. Bersama sejuta rasa yang bergemuruh di hatiku seperti deru ombak yang menjilati bibir pantai. Indah sekali ternyata tak ada yang berubah saya masih jatuh cinta pada pantai yang bagi saya adalah kenangan. Ombak adalah rindu dan laut adalah telinga.
Selain pantai ada hal lain yang membuat saya takjub. Pertemuan dengan kader tarbiyah yang ukuwahnya terasa banget. Apalagi jika berkumpul dengan umahat keinginan menikah saya kembali berhamburan hehehe. Sepertinya indah sekali rumah tangga dakwah yang tujuannya tak hanya dunia semata. Ternyata kota saya sudah banyak sekali berubah. Gedung-gedung yang mulai menjulang. Jalan-jalan yang tak lagi  bertanah merah.Rumah-rumah yang semakin rapat dengan ciri rumah panggung namun lebih rendah dari rumah panggung. Lebih menyerupai bentuk rumah semen. Dan juga pantai dan tarbiyah yang membuat saya ingin kembali ke Bengkalis mungkin saja jadi penduduk tetap seperti dulu.


[1] Salah Satu Jenis  Makanan Khas Bangkinang

2 komentar:

Risah Icha Az-zahra mengatakan...

cie..cie yg pulkam....

kesana naik roro nggak kak??

cie..cie.. ka ema kebelet nikah...

cepet2 kak.. jangan sampe Risa duluan.. wkwkwk

ematul hasanah mengatakan...

hahaha tak sampai kebelet sah duluan aja
Ya naik roro pulangnya, perginya naik terubuk