Oleh:Ematul Hasanah
Hampir tujuh
tahun aku mengenalmu, sejak di hari pertama aku menggunakan seragam putih
abu-abu.
“Namanya
siapa?” Tanyamu ramah saat pertama kali menatapku.
“Ema.” Jawabku
masih dengan wajah culunku.
Begitulah
awal perkenalan kita. Namun di hari-hari awal sekolah kau dengan aku tidak
terlalu dekat walaupun pulang dan pergi
kita selalu bersama.
Kedekatan
kita berawal ketika kau datang menghiburku saat aku menangis.
“Ema
kenapa menangis? Tanyamu berpindah duduk di sampingku
.
Aku tak
menjawab masih menahan isakku atas kegagalanku yang tak berhasil memasuki SMA
yang sangat ku inginkan hingga berujung di salah satu SMA yang baru saja di
bangun yang mempertemukan aku denganmu.
“Kerena aku
ya?” Tanyanmu kepedean.
Aku hanya
menggelengkan kepalaku menghabiskan sisa tangisku.
“Masih
ingat nggak gimana Pak Haris mengajar?” Kau menanyakan cara mengajar guru
bahasa arab kita dan saat itu aku sudah tahu kau ingin menghiburku kerena guru
bahasa arab kita itu sangat lucu.
Aku tak
menjawab hanya menatapmu heran.
“Gini
loh, Hazdhi Kursiyun.” Kau mencoba menirukan gaya Pak Haris dengan menggoyangkan
tubuhmu yang membuatku tak mampu menyembunyikan tawa.
Kemudian
aku menjadi terbawa dengan tingkahmu menirukan gaya Pak Haris dan kita tertawa
bersama hingga sejak itu kita mulai merajut persahabatan yang semakin hari
semakin dekat karena kau dan aku banyak memiliki persamaan. Ada-ada saja bahan
yang bisa kita jadikan cerita bahkan berjam-jam lamanya kita menghabiskan
cerita apalagi kietika kita berbagi cerita tentang cinta monyet ketika seragam
putih dongker masih membungkus tubuh kita. Hingga pernah suatu hari kita
sama-sama di marahi guru saat kau memulai mengajak bercerita dan anehnya kau
malah tidak tahu guru sedang mencerahami kita. Kau kadang memang aneh tapi
selalu membuat ku tertawa kerena aku melihat ada aku dalam dirimu. Kadang kedekatan
kita mengundang iri teman-teman kita yang lain. Namun kita seolah tuli dengan
cibiran-cibiran kita tetap saja dekat dan bersahabat.
Aku bukan
hanya dekat denganmu, tapi kau juga mendekatkanku dengan keluargamu. Bahkan kedua
orang tuamu sudah seperti orang tuaku sendiri. Hingga pernah kau dan aku
sama-sama menyukai lelaki yang sama padahal kau yang mengenalkan aku dengan
lelaki itu. Kau selalu menepis saat kutanyakan apakah kau menyukai lelaki itu. Hingga
lelaki itu bercerita kepadamu dia menyukaiku dan aku bisa melihat raut
kehilangan di wajahmu walaupun tak ingin juga ingin mengakuinya. Namun diantara
kau dan aku tak ada yang mampu menempati hati lelaki itu karena dia sudah
duluan berangkat ke syurga.
Sejak kepergian lelaki itu persahabatan kita tetap
terjalin indah. Ketika fitnah bertubi-tubi menjatuhimu aku tetap percaya
kepadamu dan tak menghiraukan apa yang orang lain katakan. Karena hanya percaya
yang bisa kuberikan kepadamu saat itu agar kau kuat
Dimataku kau adalah gadis yang baik, sedikit manis, lucu,
dan cerdas hingga hari ini kau mampu menembus pendidikan di fakultas
kedokteran. Tapi kenapa persahabatan yang telah kita bangun dalam ratusan hari
tak lagi ditumbuhi mawar-mawar seindah dulu setalah kukatakan kepadamu aku
memilih jalan lain untuk hidupku.
“Ema ngaji?” Kau menanyakan tentang pengajian yang pernah
kita ikuti sejak SMA.
“Ngaji.” Jawabku.
“Ngaji dimana? Kok tidak pernah kelihatan?” Kau mulai
menyelidikiku.
“Di kampus.”
“Kenapa ngaji di kampus? Pengajian kita tidak sama dengan
pengajian kampus.” Kau mulai membantah karena tarbiyah yang kujadikan pilihan
dunia baru yang begitu damai kutemukan sejak kutinggalkan seragam putih
abu-abu.
“ Tujuan kita sama hanya saja jalan menuju tujuan kita
sedikit berbeda.” Jelasku namun kau seolah tak ingin tahu dengan alasanku dan
terus memaksaku meninggalkan pilihanku tentu saja kali ini aku tidak bisa
mengikuti keinginanmu dan itu lah awal dari renggangnya persahabatan kita
kemudian melenyap sampai hari ini hanya beberapa kali saja kita ber “Say hallo”
itu pun terasa kaku. Namun sampai detik ini kau masih tetap sahabatku dan aku
masih menyayangimu sama seperti dulu, tak ada yang berubah kerana hatimu dan hatiku
terlanjur menyatu dalam ukuwah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar