Minggu, 02 Oktober 2011

Dua Hati, Aku dan Wanita itu



“Mas janji akan setia menemani hari-harimu Dik.” Itulah sebaris janji yang di ucapkan Mas Ardi di masa-masa awal pernikahan kami.Sebuah janji yang membuat aku melayang ke angkasa menjadi wanita paling bahagia di dunia ini. Tapi tidak untuk hari ini janji itu seperti sembilu yang menusuk-nusuk uluh hatiku dan menyisahkan luka yang menganga. Setelah ia membawa wanita itu pulang ke rumah beberapa bulan yang lalu.
Hampir sepuluh tahun sudah aku membangun istana cinta dengan Mas Ardi. Lelaki yang memang sudah lama kukenal. Di awal pernikahan,,rumah tangga kami terbangun sangat harmonis. Dimataku Mas Ardi adalah sosok lelaki romantis yang selalu memiliki sejuta kejutan untukku, salah satunya menuliskan kata-kata cinta yang membuat pipiku merona pink setiap kali membacanya. Memasuki tahun ke dua usia pernikahan kami, rumah tangga kami bertambah harmonis karena di anugrahi dua orang putri kembar Lala dan Lili.Walaupun saat itu kondisi perekonomiaan kami pas-pasan dengan uang yang di hasilkan Mas Ardi sebagai pendodos sawit hanya cukup untuk biaya makan kami. Namun kami tetap bahagia membesarkan dua buah hati kami yang mulai tumbuh menjadi anak-anak yang menggemaskan.
Sampai Lala dan Lili mulai memasuki bangku sekolah dan perlahan-lahan kondisi ekonomi kami mulai berubah. Mas Ardi tidak lagi bekerja sebagai pendodos sawit, tetapi ia sendiri yang mengolah beberapa hektar sawit yang ia beli dari gajinya sebagai ketua RT. Ya, Mas Ardi dipercayakan menjadi ketua RT di desa kami tinggal, kemudian berlanjut ke kepala dusun,dan hari kini ia di percayakan menjadi kepala Desa. Dan tentu saja jabatan yang di miliki Mas Ardi merubah kondisi ekonomi kami jauh lebih baik lagi dari sebelumnya. Tapi setelah beberapa bulan menjabat sebagai kepala Desa, aku mulai merasakan perubahan sikap Mas Ardi, sikapnya tak sehangat dulu lagi. Ia tak lagi mengecup keningku sebelum ia berangkat kerja ataupun kata-kata cinta yang selalu ia tulis seperti biasanya tak ada lagi kuterima.
“Ah mungkin Mas Ardi sibuk dengan pekerjaanya.” Begitu prasangkaku saat itu. Tapi galau mulai bergantungan di benakku. Setelah aku mendengarkan isu-isu yang menyebar bahwa Mas Ardi memiliki hubungan khusus dengan Bendahara Desa. Yang memang kecantikannya sudah lama menyebar di desaku dan kadang membuat aku sangat khawatir Mas Ardi akan tertarik dengannya apalagi Mas Ardi setiap hari pasti bertemu dengan bendehara itu. Karena tidak tahan dengan resah yang menghantuiku hari-hariku. Kocoba tanyakan langsung dengan Mas Ardi tentang isu-isu itu.
“Jangan percaya itu hanya gossip belaka.” Jawab Mas Ardi menatapku dalam.
Setelah mendengarkan jawaban Mas Ardi kucoba untuk menepis segala prasangka buruk yang pernah menggumpal di benakku. Dan tetap percaya dengan Mas Ardi. Tapi rasa percayaku memudar saat aku tanpa sengaja membaca sebuah pesan masuk di hp Mas Ardi. Sebuah pesan masuk bernadakan mesra yang di kirimkan oleh bendahara itu. Kucoba membaca pesan balasan yang dikirimkan Mas Ardi dan perih mulai menjalar saat mataku juga menjumpai sederet kalimat mesra yang dikirimkan Mas Ardi. Bukan hanya itu aku juga membuka galeri Foto di hp Mas Ardi. Aku seperti tertimbun oleh pecahan-pecahan langit saat melihat foto-foto mesra Mas Ardi dengan bendahara itu. Segera kucari Mas Ardi minta penjelasan darinya tentang apa yang baru saja kulihat.
“Mas ini apa?” Tanyaku dengan tangis yang tertahan.
Mas Ardi bungkam dengan seribu bahasa saat kulihatkan foto-foto mesra ia dengan bendehara itu.
“Apa ini Mas?” Suaraku mulai bergetar.
Kulihat mukanya memerah sepertinya bibirnya kaku untuk memberiku penjelasan
“Jawab Mas.” Emosiku mulai memuncak dengan air mata yang mulai mengalir.
“Dik,Maafkan Mas, Mas telah jatuh cinta lagi.” Kutahankan kakiku agar tidak jatuh saat mendengarkan ucapan Mas Ardi yang meluluh lantakkan hatiku.
“Izinkan Mas untuk menikahinya.” Mendengarkan permintaan Mas Ardi membuat aku seperti terkurung dalam sebuah neraka.
Dan hari ini aku telah berada dalam neraka itu yang harus rela berbagi cinta dengan wanita itu. Kadang hatiku perih sangat perih saat mendapati Mas Ardi bermesraan di depan mataku. Ingin rasanya ku akhiri saja semua ini, tapi aku tidak ingin Lala dan Lili ikut terluka dengan keputusan yang kuambil. Biarlah luka itu aku menahan perihnya sendiri.
“Dik, Mas janji akan setia menemani hari-harimu.” Janji itu kembali melintas di benakku yang membuat air mataku kembali mengalir setiap kali mengingatnya.
Jika aku tahu kisahku akan berending dengan sebuah luka ingin rasanya aku kembalikan waktu. Hidup seperti dulu dengan kondisi ekonomi yang pas-pasan, tapi di hati Mas hanya ada satu hati yaitu aku, tapi sekarang saat ia telah memiliki kedudukan ia memiliku dua hati. Ada aku dan wanita itu.
“Kedudukan telah merubahmu Mas.” Teriak batinku pilu.


Di ikut sertakan dalam audisi kisah poligami

Tidak ada komentar: