Jumat, 07 Oktober 2011

Ini Ceritaku dengannya



Murni harsyi passya,seseorang yang pernah menorehkan warna kembali di lembar hidupku yang hampir pudar (sokdramtis.com). Masih kuingat saat pertama kali bertemu dengannya saat aku ingin mencari kost-kost’an baru.
“Kak, boleh pinjam mukenahnya.” Tanyaku hati-hati karena kulihat ada bawaan bad mud di wajahnya.
“Iya dek pakai aja.” Jawabnya ramah tanpa senyum.
“Kiblatnya ke mana ya kak?” tanyaku lagi lebih hati-hati.
“Lurus aja dek.” Jawabnya kali ini dengan wajah kusut.
Mungkin ia sedang banyak masalah. Begitu aku mengambil kesimpulan saat itu berdasarkan dari pengalaman dari sikapku sendiri.
Setelah beberapa hari dari pertmuan itu akhirnya aku serumah dengannya. Cuek. Itulah kesan pertama yang bisa kuambil. Sangat berbeda dengan kakak yang lain yang membuat aku kewalahan menjawab pertanyaan yang mereka ajukan seperti mewancari artis yang naik daun sedangkan Kak Murni satu pertanyaan pun tak aku terima darinya. Palingan ia hanya tersenyum dan sekali-kali saat kami makan berjam’ah ia bercerita yang membuat aku diam-diam tertawa geli mendengarkan ceritanya. Lucu.
Saat hampir sebulan aku berada di kost baru, tanpa ada rencana aku mulai dekat dengannya. Berawal dari punya hobi yang sama yaitu menulis. Ternyata kami sama-sama suka menulis cerpen.
“Ini baca aja cerpen-cerpen kakak.” Tawarnya memperlihatkan karya-karyanya yang telah di bukukan dalam lembar double volio. Kubaca judul per judul yang rata-rata beraromakan pink. Selain sama-sama suka menulis kami juga sama-sama suka ke warnet. Saat itu lagi trend-trendnya Friendster, YM, MIRC, kami belum kenal yang namanya facebook maklumlah sedikit katrok. Jadi karena sering ke warnet kami selalu bertukar cerita, saling bertanya yang nanti jawabannya sama-sama nggak tahu hehehe..
Seiring berjalannya waktu ukuwah mulai terajut. Banyak persamaan di antara kami. Mulai dari suka nulis, suka dunia maya, suka gengsiaan. Walaupun kami dekat tapi hampir tidak pernah kami menggunakan kata-kata sayang, dinda. Kalau kata orang sih tidak romantis, tapi jangan salah secara nyata memang tidak bisa romantis tapi secara tulisan jangan coba-coba kalau tidak ingin tinggal di atas awan hehehe. Bukan hanya itu kami juga suka ke Mol, tapi bukan untuk shopping melainkan hanya untuk membeli roti yang harganya sepuluh ribu ke bawah. (Hehe,,ngirit maklum masih mahasiswa). Pernah kami ke mol hanya ingin nebeng makan gorengan harga lima ratusan yang kami bawa dari kost hehehe. Mungkin hal ini yang membuat kami mendapatkan prediket culun yang hari ini masih saya pertanyakan (Emang culun itu seperti apa?).
Walaupun umur kami hanya terpaut dua tahun, kami lebih cocok dikatakan sahabat dariapada adik kakak. Kak murni itu selalu tampil adanya, tidak hanya memperlihatkan yang baik-baik saja, malah kadang aku hanya menjadi pendengar setia dari cerita-ceritanya yang kadang membuat aku bingung. Siapa yang kakak dan siapa yang adik ya?. Tapi kadang-kadang secara tiba-tiba ia bisa berubah menjadi dewasa yang menjawab masalah-maslahku dan patut aku berikan nilai A +” cerdas”. Selain di warnai dengan kebahagiaan ukuwah kami pernah juga diwarnai dengan warna sendu, tapi tak perlu aku ceritakan toh endingnya kami baikan lagi.
Hampir empat tahun sudah aku mengenalnya. Dan hari ini sosok yang panggil kakak itu tak kutemui lagi tawanya. Karena ia baru saja memperoleh gelar Spd,I, dan juga telah menggenapkan separuh dinnya. Tinggallah aku sendiri yang masih jojoba (jomblo-jomblo bahgia).
Kak, walaupun kita tak lagi merangkai hari bersama, namun kenangan yang pernah kita ukir dalam beribu hari akan tetap indah, kemaren, hari ini, dan esok

Tidak ada komentar: