Oleh: Ematul
Hasanah
Aku
mengintip di balik cela-cela lemari usung ini, berharap sosok jangkung bertubuh
bongsor itu tak menemukan sepasang mataku.
Bahagia
rasanya akhirnya ada gadis kecil berhati malaikat membawaku pulang ke rumahnya setelah
aku tertimpuk dalam debu-debu yang membuat tubuhku semakin usung. Ditambah lagi
harus menahan perih dari ejekan-ejakan yang kuterima dari bibir teman-temanku
yang mengatakan aku celengan yang tak berguna karena sudah bertahun-tahun
lamanya tak ada yang melirik tubuhku yang hanya terbuat dari atom sedangkan
teman-temanku bertubuh logam yang menjadikan mereka begitu mempesona.
“Sebaiknya
aku buang saja kau.” Tiba-tiba tangan itu meraih tubuhku dengan kasar. Tangan
milik wanita yang kupanggil tuan kerena
telah menampung hidupku. Kulihat raut kesal dari kedua bola matanya.
“Kak,
saya ingin membeli tabungan ini.” Suara gadis kecil itu menghentikan langkah
tuanku.
Namun
tuanku tak menjawab hanya menatap gadis kecil itu dari ujung kepala hingga
ujung kaki yang terlihat dekil sama dengan tubuhku.
“Apa kau
memiliki uang?” Tanya tuanku sinis.
Gadis
kecil itu memperlihatkan beberapa lembar uang ribuan yang kemudian dengan
secepat kilat tuanku mengambil uang itu dari tangan gadis kecil itu padahal uang itu masih meninggalkan sisa.
“Dasar
serakah!” Umpatku saat tubuhku sudah
berpindah ke tangan gadis kecil itu. Kulihat senyum merona diwajahnya yang
membentuk tanya di benakku.
“Kenapa
ia begitu bahagia memilikiku bukankah aku hanya sebuah celengan usung? Tapi
walaubagaimana pun aku tetap berterima kasih karena ia telah menyelamatkan
hidupku.” Aku membatin dengan sebaris senyum yang kusunggingkan saat langkah
gadis kecil itu berhenti di depan rumah sederhana yang dindingnya masih
bercatkan batu bata.
***
Seminggu
sudah aku tinggal bersama gadis kecil itu di sini di kamarnya yang sempit dan
tak kalah usung dengan tubuhku saat ia pertama kali menjumpaiku. Namun aku
sangat beruntung memiliki tuan yang memiliki hati malaikat sepertinya. Semenjak
tinggal bersamanya tubuhku tak lagi usung karena ia selalu menyimpanku di
tempat yang tak dijumpai debu. Bukan hanya itu ia juga selalu rutin
memberikanku makan dengan ribuan ataupun recehan yang membuat perutku semakin
berat padahal aku tahu dari bibirnya ada raut kelaparan yang coba ia tahan yang
kemudian kembali membuat tanya di benaku.
“Untuk
apa dia memberikanku makan begitu banyak?” Hingga kemudian aku menemukan jawab
atas tanyaku pada perempuan paroh baya yang matanya selalu terlihat sembab.
Wanita yang ia panggil Emak itu.
“Besok
aku harus membongkarmu, aku harus membelikan hadiah untuk Emak di hari ulang
tahunnya agar Emak tak lagi sedih.” Ujarnya
dan kulihat ada luka pada sepasang mata polos milik gadis kecil itu.
Yang kemudian aku tahu luka itu adalah irisan dari lelaki yang baru saja
dinikahi Emaknya setelah beberapa tahun Bapak kandungnya meninggal. Namun suami
baru Emaknya itu tak mendatangkan bahagia ataupun merubah kondisi keluraganya
menjadi lebih baik. Melainkan kehadiran lelaki itu semakin membuat keluarganya
menderita karena suami baru Emaknya itu bukan hanya seorang penjudi tapi juga
seorang ringan tangan yang membuat mata Emaknya sembab karena memakan hati dan
menerima pukulan yang bertubi-tubi dari lelaki itu. Dan gadis kecil itu ingin
mengahapus sembab dari mata Emaknya dengan membelikan Emaknya hadiah di hari
ulang tahun Emaknya dengan uang ia yang kumpulkan. Namun kini aku melihat gadis
kecil itu menangis pilu saat menemukanku tergeletak dengan perut yang terbelah.
Aku
masih menatap lelaki bertubuh bongsor itu. matanya memerah sepertinya ia sedang
mencari sesuatu saat tuanku tak menempati kamarnya. Tiba-tiba di balik celah
lemari ini mata kami bertemu dan dengan kasar ia merengkuh tubuhku kemudian
secepat kilat ia merobek perutku mengambil makanan yang kusimpan tanpa
meninggalkan sisa kecuali luka di mata gadis kecil itu yang semakin mendalam
karena tak ada hadiah yang akan ia bingkiskan untuk Emaknya seperti mimpinya di
hari kemaren.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar