Senin, 01 Maret 2010

Mak Inah




Ia masih tetap mengayunkan cangkulnya di terik matahari yang membakar kulit tak di hiraukannya keringat yang bercucuran mak inah begitulah orang-orang memanggilnya umurnya yang masih terbilang muda belum pantas rasanya ia di panggil emak tapi perwakan wajahnya yang jauh lebih tua dari usianya membuat ia seperti emak-emak.Pipinya yang cekung dan mulai keriput dan kulitnya yang hitam terbakar matahari,urat-urat tangan yang menunjukkan ia seorang wanita yang pekerja karas.Ia hentikan cangkulnya sejenak,di teguknya air mineral yang selalu di bawanya di usapnya keringat yang telah membanjirinya matanya menatap jauh ada raut lelah di wajahnya. Beginilah hari-hari yang di lewati mak inah membakar diri di terik matahari menggrap beberapa petak sawah peninggalan orang tuanya Semanjak pak yanto suami mak inah meninggal ia harus bekerja karas untuk menghidupi dua orang putrinya buah cintanya dengan pak yanto.”andai dulu aku mau sekolah tentu aku tidak sesusah ini”sesal itu masih bergelayut di hatinya.Perkataan ayahnya masih terngiang di ingatannya betapa ayahnya dulu sangat menginginkan ia menyelesaikan skolahnya,tapi ia lebih memilih berhenti dari sekolah di saat ia masih tingkat sma
“ngapain sekolah tinggi-tinggi pak aku ni perempuan toh nanti kalau sudah nikah aku tetap di rumah” ucap mak inah pada ayahnya
“Walaupun nanti tetap di rumah, tapi kamu punya ilmu dan suatu saat nanti dapat kamu gunakan”mak inah tak menghiraukan perkataan ayahnya ia tetap dengan keputusannya hingga yanto seorang pedagang melamarnya
“andai dulu aku mau menurut dengan perkataan bapak tentu aku tak akan seperti sekarang semua teman-teman sebayaku tak ada yang spertiku Rini yang dulu teman SD ku udah jadi guru,Mia teman SMP ku walupun belum mendapat pekerjan sesuai dengan bidangnya tapi ia telah bisa buka usaha sendiri” Inah,sekolah bukan hanya untuk cari kerja tapi tujuan utama adalah mencari ilmu nak ”kata ayahnya terngiang kembali di ingatannya.
“Andai aku sekolah tentu aku tidak akan di pandang hina di jadikan bahan olok-olok para tetangga ” beribu kata andai memenuhi pikiran mak inah di hapusnya tetes penyesalan yang mengalir di pipi cekungnya
”tidak ada guna lagi aku menyesal sekarang”di raihnya kembali cangkul yang tergeletak dan di ayunkan cangkulnya membelah tanah. Sekarang hanya satu impiannya menyekolahkan anaknya-anaknya agar anak-anaknya tidak seperti dirinya


Awan berarak menuju senja mak inah menelusri jalan hampir separuh tubuhnya di penuhi lumpur.Sampai ia di sebuah rumah yang terlihat sangat sederhana rumah masih bercat dengan kapur dan bagian belakang rumah masih tertutup dengan batu bata tanpa di semen. Rumah itu adalah rumah yang di bangun suaminya . Mak inah duduk di sebuah bangku yang berada antara rumah dan kamar mandi.kamar. kamar mandi di rumah buk inah mamang terpisah dengan rumah
”eh mak dah pulang”sosok gadis abg menghampirinya ia adalah nita anak sulung mak inah yang baru duduk di bangku sma.
”Rida mana?”mak inah menanyakan anak bungsunya rida yang masih duduk di bangku smp
”tu ada di depan”
”apa kata gurumu dengan pembayaran sppmu?mak inah menanyakan uang spp nita yang seminggu lalu telah di minta pihak sekolah.Nita terdiam tidak ingin ia mengungkit hal itu dulu pada emaknya kerna ia tau emak nya terlalu lelah
”bilang aja apa kata gurumu”desak mak inah yang udah mengenal watak nita
”kata bu guru kalau gak di bayar minggu depan nita gak bisa ikut ujian,tapi kalau emak gak punya uang gak apa-apa nita gak ikut ujian,nita berhenti sekolah aja mak, biar rida sendiri aja yang sekolah nita mau Bantu emak
”apa kau bilang?kau mau berhenti sekolah?apa kau mau hidupmu seperti emak?” ucap mak inah dengan suara agak tinggi.Nita hanya terdiam
”Mak janji akan membayar sppmu dalam minggu ini”suara mak inah mulai lembut



Malam menutup langit mak inah menghampir dua putrinya yang terlelap dalam tidurnya di usapnya kepala putrinya”Rida tetap jadi anak mak yang pintar .mak sayang sama rida”ucap mak inah pada rida anak bungsunya.”Nita mak janji akan membayarkan uang sppmu mak akan bekerja keras agar mak bisa bayar uang sppmu kamu harus tetap sekolah,mak gak ingin kamu jadi seperti seperti emak menyesal di kemudian hari cukuplah emak sendiri yang seperti menyesal di ujung sisa umur emak. ingin sekali emak melihatmu memakai topi serjana itu ”di ciumnya kedua putrinya
Mak Inah melangkah meninggalkan putrinya membawa dirinya ke hamparan sajadah merangki asa-asanya dalam selaksa doa berharap sang kholik memeluk mimpi-mimpi putrinya.

Tidak ada komentar: