Apa yang harus kutulis
tentangmu Paman? Tentang hatimu. Sekalipun Mei ini tak basah, kuntum-kuntum
akan tetap bermekaran di hatimu. Begitulah Paman kau yang menjelma menjadi
malaikat di keluargaku, datang bersama hujan dan matahari beranak pelangi
sehingga aku mulai berani merangkai mimpi. Andai saja kau tak seperti ini
mungkin aku hanya bisa menyembunyikan mimpi pada ribuan sayap burung-burung
yang kutemui di setiap hijaunya pematang sawah. Tapi Paman, kasih sayang Allah selalu melimpah-limpah. Menjadikan
hatimu seperti malaikat untuk menanggung segala biaya hidupku bahkan juga
keluargaku. Begitu pula dulu untuk beberapa bulan yang lalu. Aku yang
kebingungan mencari berlembar-lembar rupiah untuk menyelesaikan mimpi
serjanaku. Dan lagi kau yang menjelma menjadi malaikat. Padahal pagi itu basah,
kau tetap saja menjumpaiku dengan sejumlah rupiah yang aku butuhkan bahkan lebih.
Sehingga aku tak mampu menahan haru yang menumpuk di ujung mataku. Sunggu Paman
terkadang ingin sekali aku memasuki hatimu sekedar melihat hati malaikat yang
kau miliki.
“Kalian tak akan pernah menemukan Paman sebaik ini pada
Paman siapa pun.” Begitu yang selalu dikatakan Ibu dan aku menyimpannya
dalam-dalam takut sekali membuatmu kecewa. Maka Paman, pada setiap hujan yang
turun aku menitipkan namamu berharap langit menyediakan istana untukmu di
Syurga nanti. Sebab hanya itu yang mampu kubingkiskan untukmu walaupun kau tak
pernah menuntut apa-apa dariku selain menjadi gadis baik-baik. Terima kasih
Paman, sungguh aku menyayangimu seperti putihnya awan, beningnya embun, dan
jernihnya mata air.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar