Aku menyebutnya rumah.
Di sini kami menanam mimpi berharap setiap katanya tumbuh menjadi mawar yang
wanginya sebagai pengantar kami ke syurga InsyaAllah.
“Ema mau jadi pengurus Flp?”
sepotong sms dari salah seorang teman sekitar dua tahun lalu yang menawarkanku menjadi bagian dari
keluarga flp.
Bahagia, mungkin begitu aku bisa
mendefenisikan hati. Walaupun setahun sebelum tawaran itu datang aku sudah
resmi menjadi anggota flp. Hanya saja kerena aku orangnya biasa-biasa saja dan
cendrung pemalu sehingga radar flp tak bisa mendeteksi kebaradaanku saat
itu.Tapi ibarat kata pepatah, jodoh itu tak akan kemana. Begitu pula jodohku
dengan flp.
Bermula menjadi pengurus di bidang
kaderisasi. Bermodalkan semangat 45 menjalin hubungan sksd dengan pengurus terutama
akhwat. Yang malah sempat terjadi perkenalan yang cukup menggelikan jika di
putar ulang.
“Ukhti semester berapa?” Sebuah
pesan terkirim kembali ke salah satu akhwat yang menempati bidang yang sama
denganku.
“Duh bingung harus jawab semester
berapa?” Aku yang waktu itu hanya menyangka pengurus flp adalah Mahasiswa semua
ikut bingung dengan balasan sms yang kuterima. Dan kebingungan itu terjawab di
syuro pertama kami. Pantesan saja bingung jika aku bertanya tentang semester,
toh yang ditanya sudah menyelesaikan S1 bahkan S2. Dia lah Kak Siti Zubaidah
patner yang luar biasa semangatnya. Tak
kalah semangat dengann sederet nama lainnya. Bukan
hanya semangat untuk menulis tapi juga semangat berorganisasi
dan keislaman. Kerena tiga unsur ini
yang menjadikan flp berbeda dengan organisasi lain. Sehingga setiap pertemuan
seperti menyaksikan parade ribuan cahaya yang membuat aku ikut terbakar dengan
semangat berapi-api untuk berjuang dengan pena.
Selang waktu dua bulan memasuki
rumah flp seutuh jiwa setulus hati. Tulisanku mulai meramaikan media. Tak perlu
bertanya tentang kebahagiaanku. Sama bahagianya dengan angkatan baru yang
kutemui hari ini. Yang mungkin saja bisa sampai berjuta kali bercerita tentang
cerpennya yang terbit di media. Ah aku seperti merasakan kembali kebahagiaan
itu meski beberapa bulan terakhir
ini namaku tak lagi menyinggahi media. Karena memang
aku menargetkan go Nasional hehehe.
Tentu saja tulisan yang tak sekeder luahan rasa yang hanya menjadi
terapi untuk jiwaku saja. Seperti yang dikatakan Bang Alam (Ketum Flp
Pekanbaru) pada pertemuan tadi. Menulis
itu bukan hanya sekedar sebagai terapi
diri sendiri tapi menulis juga sebagai terapi untuk masyarakat. Ya, sepakat
sekali. Dengan menulis ada yang ingin kutitipkan pada air mata. Bahwa hidup
akan baik-baik saja meski puluhan, ratusan, bahkan ribuan orang membuatmu
menjadi sulit.Dan aku butuh berjalan seiring dengan flp agar tulisanku menjadi embun yang jatuh di atas
hijaunya hati .
Bukankah bersama-sama itu selalu lebih indah? Ibarat sebuah bangunan akan lebih
kokoh jika memiliki banyak tiang. Begitu pula ketika aku memilih flp sebagai
rumah jiwa untuk aku menanam mimpi berharap
kata kan tumbuh menjadi mawar yang
wanginya sebagai pengantar aku, kau, dan juga mereka menuju syurga InsyaAllah.
1 komentar:
kak emaaaaaa......
Posting Komentar