Minggu, 14 April 2013

Aku Menyebutnya Rumah


Aku menyebutnya rumah. Di sini kami menanam mimpi berharap setiap katanya tumbuh menjadi mawar yang wanginya sebagai pengantar kami ke syurga InsyaAllah.
            “Ema mau jadi pengurus Flp?” sepotong sms dari salah seorang teman sekitar dua tahun  lalu yang menawarkanku menjadi bagian dari keluarga flp.
            Bahagia, mungkin begitu aku bisa mendefenisikan hati. Walaupun setahun sebelum tawaran itu datang aku sudah resmi menjadi anggota flp. Hanya saja kerena aku orangnya biasa-biasa saja dan cendrung pemalu sehingga radar flp tak bisa mendeteksi kebaradaanku saat itu.Tapi ibarat kata pepatah, jodoh itu tak akan kemana. Begitu pula jodohku dengan flp.
            Bermula menjadi pengurus di bidang kaderisasi. Bermodalkan semangat 45 menjalin hubungan sksd dengan pengurus terutama akhwat. Yang malah sempat terjadi perkenalan yang cukup menggelikan jika di putar ulang.
            “Ukhti semester berapa?” Sebuah pesan terkirim kembali ke salah satu akhwat yang menempati bidang yang sama denganku.
            “Duh bingung harus jawab semester berapa?” Aku yang waktu itu hanya menyangka pengurus flp adalah Mahasiswa semua ikut bingung dengan balasan sms yang kuterima. Dan kebingungan itu terjawab di syuro pertama kami. Pantesan saja bingung jika aku bertanya tentang semester, toh yang ditanya sudah menyelesaikan S1 bahkan S2. Dia lah Kak Siti Zubaidah patner yang luar biasa semangatnya. Tak kalah semangat dengann sederet nama lainnya. Bukan hanya semangat untuk  menulis tapi juga semangat berorganisasi dan  keislaman. Kerena tiga unsur ini yang menjadikan flp berbeda dengan organisasi lain. Sehingga setiap pertemuan seperti menyaksikan parade ribuan cahaya yang membuat aku ikut terbakar dengan semangat berapi-api untuk berjuang dengan pena.
            Selang waktu dua bulan memasuki rumah flp seutuh jiwa setulus hati. Tulisanku mulai meramaikan media. Tak perlu bertanya tentang kebahagiaanku. Sama bahagianya dengan angkatan baru yang kutemui hari ini. Yang mungkin saja bisa sampai berjuta kali bercerita tentang cerpennya yang terbit di media. Ah aku seperti merasakan kembali kebahagiaan itu meski beberapa bulan terakhir ini namaku tak lagi menyinggahi media. Karena memang aku menargetkan go Nasional hehehe.  Tentu saja tulisan yang tak sekeder luahan rasa yang hanya menjadi terapi untuk jiwaku saja. Seperti yang dikatakan Bang Alam (Ketum Flp Pekanbaru) pada pertemuan tadi. Menulis itu bukan hanya sekedar  sebagai terapi diri sendiri tapi menulis juga sebagai terapi untuk masyarakat. Ya, sepakat sekali. Dengan menulis ada yang ingin kutitipkan pada air mata. Bahwa hidup akan baik-baik saja meski puluhan, ratusan, bahkan ribuan orang membuatmu menjadi sulit.Dan aku butuh berjalan seiring dengan flp agar tulisanku menjadi embun yang jatuh di atas  hijaunya hati . Bukankah bersama-sama itu selalu lebih indah? Ibarat sebuah bangunan akan lebih kokoh jika memiliki banyak tiang. Begitu pula ketika aku memilih flp sebagai rumah jiwa  untuk aku menanam mimpi berharap kata kan tumbuh menjadi mawar  yang wanginya sebagai pengantar aku, kau, dan juga mereka menuju syurga InsyaAllah.

1 komentar:

Risah Icha Az-zahra mengatakan...

kak emaaaaaa......