Aku kehilangan duniaku Dey, dunia yang dulu pernah kuletakkan mimpi
setinggi langit seterang bintang gemintang. Menjadi penulis, begitu mimpiku
kuat sekali. Meski hampir seluruh tulisanku kadang datar, kebanyakan
berputar-putar, sering juga buntu. Tapi semangat selalu memberikan jalan.
“Jika tidak minggu ini mungkin minggu depan atau minggu depan atau
minggu depan atau minggu depannya lagi.” Sederat kalimat motivasi yang kutanam
dalam-dalam saat puluhan tulisan kukirimkan ke berbagai media. Tapi itu dulu di
bulan yang tertinggal
Ah tidak, bahkan aku masih memiliki mimpi suatu saat nanti akan ada
buku yang lahir dari jemariku yang akan sampai pada ribuan mata. Aku pernah
ceritakan ini pada rinainya hujan, pada deburnya ombak, dan pada ratusan
burung-burung berharap sekali mereka berkenanan membawa mimpiku terbang tinggi
melangit. Tentu saja bahagia Dey jika suatu saat nanti mimpiku menjadi
nyata. Tapi entah, hanya lima kata itu yang menumpuk dalam imajinasiku setiap
kali berpapasan dengan layar putih monitorku. Padahal banyak sekali yang ingin
kuabadikan dalam kata. Tentang malaikat-malaikat kecilku, tentang air mata kotaku,
mungkin juga tentang “seseorang”.
Namun jemariku tetap saja
kaku hanya pecahan aksara yang kutemui di setiap alur yang selalu saja terasa
klise. Walaupun sudah kusedekahkan berpuluh-puluh malam larut untuk berkawan
akrab tapi hanya berlembar-lembar yang berakhir menggantung. Bahkan terkadang
hanya status di beranda fb yang bisa kusumbangkan setiap hari berkali-kali
berkicau setiap waktu.
Mungkinkah waktu yang
kumiliki terlalu sempit atau dunia baru yang kusangka suka hanya menjauhkan aku
dari mimpiku. Entahlah yang kutahu aku kehilangan duniaku. Dunia yang
membukakan pintru-pintu untuk aku mencoba belajar menjadi dewasa, menjadi
bijaksana, menjadi kuat sehingga selalu ada ruang untuk aku berteduh dari
derasnya hujan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar