Sebenarnya saya bukanlah tipe perempuan keibu’an. Walaupun setiap
kali pertemuan pertama banyak yang mengatakan “ Ayu benget cah iki.” Yang membuat
saya tersenyum sendiri. Andai seminggu saja mereka menempati atap yang sama
dengan saya, masihkah saya akan menerima kalimat yang senada?. Entahlah, tapi
bukan berarti pula saya tipe perempuan yang memiliki watak preman. Saya lebih
cendrung cuek, tanpa expresi kata seseorang. Termasuk cuek kepada anak-anak. Tapi
itu dulu, jauh saya belum memasuki dunia KKN. Ya KKN yang menemukan saya pada
sisi lain dalam jiwa saya. Keibuan, mungkin bisa dikatakan begitu mungkin juga
tidak. Sebab dari sikap saya yang terlalu polos menghadapi anak-anak tentu saja
tak bisa dikatakan keibua’an. Saya akan tertawa jika menurut saya lucu. Dan saya
akan marah jika menurut saya itu menyebalkan. Bahkan tak ada satu pun dari nama
mereka yang ganti dengan panggilan paling manis (baca:Sayang) karena bagi saya
itu rumit. Tapi anehnya malah saya yang menjadi kakak paling favorit hehehe.
Saya masih ingat,
hari itu saya kehabisan stok belanja harian semantara sisa uang yang saya
miliki terlalu minim. Namun siapa
menyangka, peri-peri kecil itu menemui saya dengan membawa barang-barang yang
saya butuhkan.
“Kak, kami belikan
ini untuk kakak.” Ujar seorang gadis yang usianya belum genap Sembilan tahun.
“Kalian dapat uang
dari mana?” Tanya saya dengan air mata haru yang hampir tumpah.
“Uang kami
sendiri, kami nabung untuk belikan kakak hadiah.” Dan saya tak bisa menahan air
mata untuk tidak menangis.
Hari itu satu yang
saya pahami, ketulusan. Jatuh cinta mungkin begitulah yang bisa saya simpulkan.
Yang kemudian saya putuskan sebagai dunia pekerjaan.
“Kenapa tidak di
Perusahaan aja Ma, kalau di TK gajinya sedikit.” Protes salah seorang teman saya
ketika saya ceritakan tentang pengunduran diri saya di Perusahaan sebelum
memulai hari kerja.
Alasannya sederhana
saja, kerena dunia anak-anak adalah pelangi yang selalu memiliki cara untuk
saya tetap tertawa dengan berbagai warna yang memberi saya pemahaman tentang
ketulusan, kejujuran, dan juga kasih sayang dari setiap cerita yang mengalir
dari bibir mereka.
“Yang paling
penting dari sebuah pekerjaan adalah kenyamanan.” Begitu yang dikatakan senior
saya yang membuat saya bertambah yakin bahwa pilihan saya tak keliru. Walaupun di
satu sisi saya harus tetap bertahan hidup dengan biaya sendiri. Saya yakin
sesuatu yang dijalankan dengan hati akan terasa lebih ringan. Dan setiap
kesulitan pasti ada kemudahan. Bukankah menjadi seorang guru adalah pekerjaan
yang paling mulia. Walaupun tak sejahtra di dunia insyaAllah sejahtra di
akhirat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar