Bu,
aku tahu itu teramat sulit untukmu. Menghidupi kami dengan keringatmu. Tanpa
ada seorang suami yang bisa kau andalkan. Meski saudara-saudaramu teramat
peduli dengan kondisimu. Menawarkan janji-janji masa depan yang lebih indah
dengan menempatkan kami ke bangku Universitas yang tentunya tak akan mampu jika
hanya mengaharpakan penghasilan darimu. Bukan hanya itu saudar-saudramu juga
peduli setiap kali lebaran datang berkunjung, memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang
kami inginkan hingga tak seincipun kami pernah merasakan kekurangan walaupun
seharusnya bukan ke mereka tempat kami mengadu sejak Ayah tiada. Masih ada
Abang dan kakak yang seharusnya bertanggung jawab atas makan, pakaian, bahkan
pendidikan sekalipun. Tapi entah lah Bu aku tak pernah paham dengan sikap
mereka yang begitu dingan. Seolah-olah tak ada darah yang menyatukan kami. Dan
aku memang tak mampu untuk melakukan apapun untuk sekedar menuntut. Bukan
karena lemah tapi kerenamu Bu yang tak pernah mengizinkan aku untuk
melakukannya.
“Bukankah tanpa mereka kalian bisa
makan, bahkan bisa sekolah yang tinggi.” Begitulah kata-katamu yang selalu
kuingat. Meski ada air mata yang kau sembunyikan setiap kali kita berbincang
tentang keluarga yang sama sekali tak pernah kutemui keharmonisan. Hanya luka
saja lah yang kupendam rapat-rapat. Biar saja Bu tak mengapa luka mungkin
dengan begitu aku akan menjadi perempun yang kuat sepertimu.
Bu, sungguh aku teramat bangga lahir
dari rahimmu. Meski kau bukanlah memiliki jabatan PNS. Meski yang kau miliki
hanya ijazah SD, dan meski kau tak lagi cantik dengan beberapa deretan gigi
yang tak lagi mampu kau tutupi.
“Jika kalian tidak kuliah gigi
emaspun bisa dibeli.” Garaumu. Tapi itu tidak penting bagiku Bu. Walaupun semua
orang mengatakan kau jelek tapi bagiku kau adalah perempuan tercantik di dunia.
Tak ada satupun yang bisa menandingi kecantikanmu. Sungguh Bu aku teramat
mencintaimu. Kata yang tak mampu ku ucapkan setiap saat. Karena kau lebih
memahamiku rasa gengsi yang entah dari siapa kuterima. Tapi aku tahu kau bisa
merasakan cintaku lewat setiap tulisan-tulisan yang selalu menjadikanmu sebagai
inspirasiku.
Bu, maafkan aku jika sampai hari ini
masih saja membuatmu sulit. Masih meminta uang di usiaku yang tak lagi remaja. Menangis
seolah-olah aku masih berstatuskan akan SD. Bahkan sampai hari ini aku tak
kunjung mampu mempersembahkan toga untukmu. Maafkan aku Bu. Karena belum ada yang bisa kau banggakan
dariku.
Bu sungguh aku sudah berusaha semampu yang
kubisa. Mungkin saja Allah punya rencana yang lebih indah untukku. Bukankah
dulu itu yang selalu kau katakan saat aku benar-benar tepuruk dalam kegagalan.
Yang kemudian mengantarkan aku menjadi penulis meski namaku masih teramat
kecil. Tapi tunggulah esok Bu ketika rencana indah telah kutemukan. Aku tak
akan membuatmu sulit. kau tak perlu lagi meninggalkanku di pagi yang buta. Dan
kau tak perlu menghabiskan keringatmu di bawah panasnya metahari, bahkan jika
kau memintaku untuk menunda pernikahan yang sudah kutargetkan, tak masalah
bagiku. Karena yang paling penting bagiku adalah membahagiakanmu. Membangun
keluarga sederhana seperti yang pernah kita mimpikan. Kumohon doa-doa darimu
tak pernah kering terutama selalu mendoakanku menjadi anak sholehah yang tak
pudar mencintaimu setulus hati dalam bentuk apapun. Karena syurgaku ada di
bawah telapak kakimu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar