Kursi yang kududuki seperti tak ingin menerima
kehadiranku lagi. Karena hampir setiap hari aku menyinggahinya. Berjam-jam
lamanya untuk menunggu kadatangan lelaki paroh baya dengan wajah wibawanya.
Wajar
saja kursi ini jenuh kepadaku. Karena memang tak seharusnya aku kembali ikut
dalam antrian deretan di luar ruang
ketua jurusanku.
“Ros,
kapan seminar?” Suara itu memecah galauku.
Aku melirik kepada pemilik suara. Perempuan yang
menggunakan baju hitam putih itu.
“Selamat
ya Nis.” Aku mencoba mengalihkan tanyanya.
“Terima
kasih.” Balasnya dengan senyum bahagia.
“Kau
kapan seminar?” Tanyanya lagi yang membuat aku kelu untuk menjawab.
Seharusnya
aku sudah seperti Anis telah menyelesikan seminar proposal. Bahkan lebih dulu
darinya. Tapi apa yang hendak dikata toh hari ini aku kembali duduk diatas
kursi ini. Setelah proposalku ditolak oleh Pembantu Dekan 1.
Judul kurang relevan
Tiga
kata itu yang menghias di halaman awal proposalku. Yang membuat aku luruh untuk
mendapatkan pembimbing. Setelah berbulan-bulan lamanya aku menunggu acc dari
ketua jurusan yang super sibuk.
“Sebaiknya
kamu ganti judul saja, masalah yang kamu angkat terlalu kecil.” Ujar Pembantu
Dekan 1 saat kutemui ia di dalam ruangannya memohon menerima judulku. Namun
hanya tumpukan kecewa yang kudapatkan.
“Aku
mengulang dari awal Nis.” Jawabku dengan suara bergetar menahan bening yang
hampir menitik di ujung bola mataku.
“Kenapa
bisa begitu.? Tanyanya heran.
“Pak
Agus memintaku untuk mencari judul yang lain.” Jelasku sambil menggemgam erat
proposal yang terbungkus dalam map hijau.