Minggu, 28 November 2010

Menanti Ayah




Ayu menatap mentari yang mulai menyembunyikan wajah bulatnya di antara awan-awan jingga yang berserakan di kaki langit. Dari kedua bola matanya terpancar cahaya rindu yang kian menyala.
“Mak, ayah bile balek?” Tanyanya.
“Suatu hari nanti ayah pasti balek.” Jawab wanita paroh baya itu.
“Suatu hari tu bile mak?” Tanyanya lagi sambil menoleh ke arah emak.
“Kita tunggu saja mungkin bulan depan ayah dah balek.”
Ayu hanya bisa diam mendengarkan jawaban dari emak,walaupun hatinya berontak karena hanya jawaban itu yang selalu keluar dari bibir emak setiap kali ia menanyakan tentang ayahnya. Dilihatnya emak sedang memasukkan telor kedalam adonan. Tubuh emak yang semakin hari semakin kurus karena harus berjualan kue di sekolah untuk biaya sekolahnya.
Ayu kembali menatap awan-awan jingga yang mulai menjelma menjadi pekat. “ Andai saja Ayah ada pasti mak tak payah-payah berkerja sekeras ini.” Ucapnya lirih. Selembar cerita silam seolah tergambar kembali di ingatannya. Sosok ayah yang pernah menemaninya mengisi hari kian menari-nari di pelupuk matanya. Hampir enam tahun sudah ayahnya pergi, ketika itu ia masih berusia enam tahun. Kata emak ayah pergi merantau ke Malaysia untuk mencari duit yang banyak dan pasti akan pulang, tapi sampai hari ini entah berapa kali senja ia berdiri di bibir jendela rumah panggung yang hampir roboh itu untuk menanti kepulangan sang ayah, namun sosok ayah tidak pernah muncul.
***
Ayu berjalan gontai menuju sudut sekolah tempat biasa emak berjualan kue. Di lihatnya emak sedang sibuk menghitung-hitung kue jualan yang masih terlihat banyak.
“Dah pulang yu?” Tanya emak.
“ Ya.” jawab Ayu singkat.
“Mak, tadi pak Ihsan dah minta duit ujian akhir sekolah.”Ucapnya berat.
Mak hanya diam tidak tau mau memberikan jawaban apa karena sampai saat ini uang untuk ujian akhir sekolah Ayu belum juga terkumpul.
“Coba ayah ada, pasti Ayu dah bayar uang sekolah.”kata Ayu yang tau kalau uang emak tidak cukup untuk membayar uang ujian akhir sekolahnya.
“Iya nak, bentar lagi ayah pasti balek bawa duit yang banyak.”
“Mak yakin ayah akan balek?”
Emak mengaguk walaupun ia sendiri tidak tau entah kapan suaminya itu akan pulang.
***
Satu bulan kemudian
Emak melangkah menghampiri Ayu yang duduk di teras rumah. Ditatapnya wajah Ayu yang sendu.
“Ayu kenapa?” Tanya emak duduk di sebelah Ayu.
“Tadi di sekolah kata pak Ihsan kalau akhir bulan ini belum bayar uang sekolah Ayu tak boleh ikut ujian.”
“Iya nanti kalau ayah dah balek pasti di bayar.”
“Dah satu bulan,tapi ayah tak juga balek-balek, mungkin ayah dah lupa sama kita mak.” Tiba-tiba perkataan itu terlontar dari bibir Ayu.
“Ayu!!!!” Mak tersentak mendengarkan perkataan Ayu.
“Ayu tak boleh cakap macam tu, ayah dah janji sama mak akan balek, mungkin esok atau lusa Ayah akan balek.”Ucap emak wajahnya terlihat mendung
“Maafkan Ayu mak.” Ucap Ayu dengan mata berkaca-kaca.
***
Tok-tok-tok
“Assalamualaikum….”
“Waalaikumsalam.” Mak bangkit membuka pintu dalam benaknya siapakah yang datang senja-senja begini. Mungkinkah suaminya yang pulang. Namun saat ia membuka pintu yang di dapatinya bukanlah sosok suaminya melainkan seorang lelaki jangkung berkulit hitam. Emak mengernyitkan dahinya mencoba mengingat-ingat lelaki yang berdiri di hadapannya.
“Apa kabar Ros? “Aku Irul temannya Agus, masih ingat tak?” Tanya lelaki itu.
“Ooo..kabar baik” Jawab emak.
“Aku kesini Cuma nak cakap, kau tak payah lagi tunggu laki kau balek.”
“Kenapa?” Tanya emak dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
“laki kau dah mati. Dua bulan yang lalu kami dah mau balek ke kampung, tapi dalam perjalanan kapal kami dihantam badai semuanya tenggelam di selat Malaka dan hanya aku yang selamat.”
Seperti ada beribu-ribu duri menusuk hati emak saat mendengarkan berita kalau suaminya telah meninggal. Air matanya tumpah tak terbendung lagi.
“Mak tadi Ayu liat ada yang datang, siapa mak?” Tanya Ayu yang baru pulang dari mengambil air di sumur belakang rumahnya.
“Apa orang tu bawa kabar tentang ayah? bile ayah balek katanya mak?”
Seketika tangis emak pecah bibirnya kelu, perlahan diraihnya Ayu kedalam pelukannya.
“Ayah Ayu tak kan pernah balek lagi baik bulan depan,besok, ataupun lusa.”Ucap emak pilu.

Juara Tiga Lomba Menulis Cerpen Remaja Seriau
Riau Pos

Jumat, 12 November 2010

Perenungan Jiwa


Wahai jiwa...
Lihatlah sang malam telah datang mendekapmu
Dengarkanlah siulan merdu para dewi malam bersama berjuta bintang yang bertabur dilangit sana
rembulanpun ikut tersenyum hangat menyapa hatimu
lantas kenapa kau masih bermuram?
Wahai jiwa...
Lihatlah mentari telah tersenyum dalam buaian sang fajar
alam menantimu dalam senandung merdu dengan berjuta harapan yang ia janjikan
lantas kenapa kau masih bersedih?
Wahai jiwa...
Tidakkah kau dengar tangisan pilu yang masih mengaung di ujung sana
masih ada luka yang berdarah
masih ada serpih-serpih cerita sendu yang menumpuk untuk kau hapus air matanya
kau balut lukanya,untuk kau rangkul jiwanya menuju cahaya,lantas kenapa kau masih tetap membisu.
sibuk dengan kisahmu
bukankah kau punya dua kaki untuk kau bawa melangkah beranjak pergi..
Wahai jiwa...
saat cemo'oh memanahmu anggap saja ia sedang memotivasimu untuk mengejar mimpi-mimpimu
saat luka menyapamu anggap saja ia sedang memperkuat dinding hatimu agar kau tetap bertahan di lembaran hidup berikutnya
saat kau kehilangan yakinlah akan tumbuh kembali tunas-tunas yang lebih indah bukankah janjiNya selalu benar
lantas kenapa kau masih bermuram dan bersedih??
Wahai jiwa..
lihatlah pada hujan ia akan berjatuhan dalam pergantian musim dan apakah ia akan pergi begitu saja?tidak bukan ia akan meniggalkan cerah pada langit dengan ukiran pelangi..
Wahai jiwa..
Tidak akan selamanya hujan itu akan mengguyurmu pasti ia akan reda dalam pergantian musim tinggalkan cerah pada pelangi yang membawa warna kebahagian untukmu

Sendu



Setapak langkah tersandung kerikil
menggumpal menjadi kabut hati
jiwa yang kubalut dengan selimut keikhlasan
berlalu dari sebongkah sendu yang tersembunyi dalam sandiwara hati
kutanam setangkai asa membuai impian
rindu qalbu berkawan ceria
bibir mudah ku ukir senyum lewati hari memecah kabut
merangkul makna
tapi saatku mulai terdiam dalam sepi,
sendu itu masih berkata..

Terbit di Riau Pos

Kamis, 11 November 2010

Sebening Cinta



Malam kembali pertemukanku pada selembar cerita yang pernah titipkan rasa
membelit hatiku yang sayu
ku tersenyum bersama mutiara retina yang menjuntai ke pipi
agar mudah ku maknai ikhlas
walau jiwa hampir pudar
namun aku terus mengais makna yang masih tersisa di pantai cerita
karna aku sedang belajar cinta
lalu kembali ku genggam asa
mencoba hempaskan lara
membiarkannya melapuk di ujung malam
dan aku tertatih menanti cerah
merangkai makna yang mulai kupahami
hingga kan ku temui beningnya cinta
di sudut hati yang ikhlas

Taman Hening



Rinai gerimis pengharapan
Menyemai kelopak kuntum jiwaku yang layu
Tergores luka
Awan-awan asa menjelma dalam untain doa sujud panjangku
Yang resah,merindu,merayu
Harapkan secangkir kasihNya
Kirimkan jawaban atas luka
Yang kembali mekarkan kelopak kuntum jiwa
Di atas hamparan sajadah taman heningku

Jumat, 05 November 2010

Kuntum Hariku



kau adalah kuntum hariku
yang tebarkan asa
merangkai seribu mimpi
saat kalut menyimpul rapuh
kau adalah kuntum hariku
begitu sejuk teteskan embun
di sekeping jiwa hampa
kau adalah kuntum hariku
yang mekarkan tabah
menyungging semangat
saat mendung memayung hati
kau adalah kuntum hariku
berputik kasih
yang tumbuh mewangi hiasi cerita hidupku
kau adalah kuntum hariku
karna kau dan aku satu jiwa
Dimuat Di Xpresi Riau Pos